Lokakarya Mobilisasi Sosial terkait Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bagi Influencer/Komunikator TB-HIV Program USAID Prevent TB di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur
Jakarta, 28 September 2023 – Penyakit TBC masih menjadi masalah kesehatan yang utama baik di Indonesia maupun secara global. Penyakit ini merupakan satu dari 10 penyebab utama kematian dunia, dan Indonesia adalah negara dengan beban TBC tertinggi kedua setelah India.
Tahun 2022 Kementerian Kesehatan bersama seluruh tenaga kesehatan berhasil mendeteksi tuberculosis (TBC) sebanyak lebih dari 700 ribu kasus. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak TBC menjadi program prioritas Nasional. Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030 dengan target insiden rate 65/100.000 penduduk dengan angka kematian 6/100.000 penduduk. Berdasarkan Global TB Report 2021, diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional 393.323 (48%) dan ada sekitar 52% kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan. Salah satu yang juga menjadi perhatian adalah rendahnya cakupan pengobatan TPT yaitu sebesar 2%, yang masih jauh dari target nasional sebesar 68% pada tahun 2030.
Dalam Strategi Nasional Eliminasi TBC yang tertuang pada Perpres nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis ada sejumlah strategi mengatasi TBC di Indonesia. Mulai dari penguatan komitmen, peningkatan akses layanan TBC, optimalisasi upaya promosi dan pencegahan TBC, pengobatan TBC dan pengendalian infeksi, kemudian pemanfaatan hasil riset dan teknologi. Salah satu strategi yang penting dalam pencegahan TBC adalah Terapi Pencegahan TBC atau TPT (TB Prevent Treatment). Saat ini cakupan TPT di Indonesia masih jauh di bawah 10%, masih jauh di bawah target 65% di tahun 2022 hingga 80% pada tahun 2030 (Kemenkes 2023).
Jaringan Indonesia Positif sebagai mitra pelaksana Yayasan Project Hope (YPH) melalui Program USAID Prevent TB melaksanakan salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan TPT, yaitu dengan mengembangkan dan melaksanakan kampanye serta strategi komunikasi lainnya secara komprehensif. Kegiatan tersebut bertujuan agar terjadi perubahan perilaku yang dapat mendongkrak tingkat penggunaan TPT bagi mereka yang rentan dan berisiko terhadap TBC. Sasaran komunikasi ini adalah, komunikator (influencer), petugas/tenaga kesehatan, asosiasi profesi penyedia layanan kesehatan terkait, konselor TBC dan konselor HIV, serta tokoh masyarakat/agama yang dinilai punya pengaruh untuk menggerakkan masyarakat memahami TPT dan mengajak orang yang membutuhkan TPT untuk mendatangi layanan kesehatan dan memulai program TPT.
Lokakarya Mobilisasi Sosial terkait Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bagi Influencer/Komunikator TB-HIV telah dilaksanakan di 3 provinsi intervensi program Prevent TB, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota Sidoarjo, Kab. Malang, Kab. Jember), dan Jawa Barat (Kota Bekasi, Kota Depok, Kab. Bogor). Kegiatan ini turut mengundang Dinas Kesehatan Provinsi, mitra LSM yang mewakili komunitas TB-HIV, Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) TB-HIV, serta mitra STPI Penabulu dan Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (YABHYSA) yang merupakan Lembaga yang menaungi kader TB di 3 provinsi tersebut.
Pada saat pelaksanaan program di lapangan, kurangnya keterampilan kader TB dalam menyampaikan informasi tentang TPT menjadi salah satu hambatan yang ditemukan. Maka dari itu, pada kegiatan Lokakarya Mobilisasi Sosial yang telah dilaksanakan ini, didalamnya terdapat sesi berbagi pengalaman dari perwakilan kader dan pendukung sebaya.
“… yang saya lakukan pada saat melakukan IK dan bertemu keluarga pasien TB adalah saya mencoba memahami keadaan mereka. Kita juga harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan di rumah yang kita datangi. Karena tidak semua orang yang didatangi mau menerima kita dengan baik.”, ujar Ibu Rendrawaty, Kader TB wilayah Puskesmas Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Ibu Meta, perwakilan pendukung sebaya untuk komunitas HIV di Jawa Barat untuk Kota Depok membagi pengalamannya dalam mendampingi pasien TB-HIV. Awalnya pasien dampingannya mengalami TB kelenjar dengan tanda adanya benjolan di bagian lipatan tubuh, namun beberapa waktu kemudian pasien dampingannya mengalami TB yang menyerang bagian mata. Hal ini menandakan bahwa masyarakat belum mengetahui bahwa bakteri tuberkulosis tidak hanya menyerang paru-paru, namun juga bisa menyerang bagian tubuh lainnya.
Berbagai tantangan ditemukan di lapangan pada pelaksanaannya. Peningkatan pemahaman dan edukasi kepada pasien dan masyarakat diperlukan agar terapi pencegahan tuberkulosis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Kemampuan komunikasi dari komunikator/influencer di komunitas/masyarakat juga diperlukan guna membantu penyampaian informasi yang tepat sasaran. Media KIE diperlukan bagi petugas komunikator/influencer untuk mengedukasi masyarakat dan mempermudah pemahamannya #TPTCegahTBC